"Pemerintah Provinsi Papua mengingatkan para Bupati untuk mewaspadai calo-calo carbon trade yang menjanjikan keuntungan bagi Kabupaten, terkait kerja sama untuk "menggadaikan" hutan. Menurut Kepala Bappeda Papua, Drs. Alex Rumaseb, MM, pihaknya menduga ada sekitar lima Bupati yang sudah dihubungi para calo untuk melakukan kerja sama, yang salah satu calonya ditengarai berasal dari Negeri Cina. Oleh karena itu, ia menghimbau agar para Bupati untuk tak langsung membuat perjanjian apalagi kontrak dengan pihak-pihak yang belum jelas asal-usulnya tanpa berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi. “Kan ada tingkatan Pemerintahan melalui Gubernur dan Pemerintah Pusat. Tak boleh langsung ke Luar Negeri. Memang sepengetahuan kami ada lima Bupati yang kena calo. Maka itu, kami sekali lagi menghimbau agar para Bupati jangan sampai tertipu dengan para calo, â€Âimbaunya usai membuka acara Lokakarya yang digelar WWF Region Papua, Senin (12/4), di Hotel Aston, Jayapura.
Dijelaskan Rumaseb, Negara-negara maju sebenarnya sangat bergantung kepada Indonesia, sebab pemanasan global yang terjadi, dikarenakan oleh hutan yang ditebang. Akibatnya, memunculkan panas yang naik ke rumah kaca dan kemudian tak bisa balik sehingga akhirnya menyebabkan kutub mencair. Hal ini yang kemudian dikhawatirkan semua orang, karena jika air naik maka akan banyak pulau yang tenggelam. Dilain pihak, iklim daerah saat ini sangat susah untuk ditebak. Oleh karena itu, Negara maju akan membayar Negara yang masih memiliki hutan. “Nah ini peluang bagi calo-calo untuk masuk. Masuknya langsung ke Bupati. Tapi yang saya tahu, perjanjian yang terjadi malah justru APBD Kabupaten yang membayar mereka (calo) selama berapa puluhan tahun dengan perjanjian nanti kembalinya dalam bentuk dana yang cukup besar. Padahal hasilnya tidak ada. Itu tipu semua, â€Âtegasnya lagi.
Kendati begitu, saat ini Pemerintah Provinsi sudah tak khawatir, sebab dengan dikeluarkannya undang-undang baru, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2010 tentang wewenang Gubernur untuk mengatur Kabupaten. Kehadiran peraturan tersebut, benar-benar membatasi wewenang para Bupati, terkait dengan urusan luar negeri. “Jadi, hadirnya peraturan baru itu, membuat para Bupati tidak bisa macam-macam. Sehingga jika minimal dalam satu tahun ada tiga kali rapat, maka Bupati harus hadir. Kalau tidak, Gubernur bisa kasih peringatan. Apalagi untuk urusan luar negeri, tentunya para bupati harus berkoordinasi dengan Provinsi dan Pusat. “Intinya, dengan adanya peraturan baru itu, Bupati tak boleh jalan sendiri. Karena kita sedang berusaha untuk menjaga hutan. Jika dulu hutan dibabat untuk hasilkan pemasukan. Tapi dengan begitu hutan akan habis dan gundul. Nah, sekarang masyarakat menjaga hutannya sendiri, sehingga ada negara yang membayar karena kita menjaga hutan, â€Âtuturnya.