Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua mengumumkan jumlah lahan kritis di Papua menurut citra langsat yang ditafsir oleh laboratorium kehutanan Papua hingga saat ini berjumlah sekitar 5 juta hektar lebih dari total luas hutan Papua yang berjumlah 31,6 juta hektar. Menurut Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua, Ir. Marthen Kayoi, jumlah ini terus bertambah cukup pesat sejak tahun 2003 yang hanya berjumlah sekitar 3,6 juta hektar.
Meski begitu, Kayoi tidak menampik salah satu penyebab terjadinya lahan kritis diakibatkan oleh adanya pembalakan liar atau illegal loging. Namun hal demikian hanya sebagian kecil karena lebih besar pembukaan hutan diakibatkan oleh pemekaran Kabupaten yang diikuti dengan pemekaran, distrik maupun kampung. Jadi, lahan kritis ini disebabkan oleh berbagai hal. Banyak orang bilang karena ilegal loging, ya itu satu penyebab tapi dari sekian banyak itu akibat pemanfaatan infrastruktur jalan, pemekaran Kabupaten/Kota dan pemekaran kampung. Kan dulu tidak kampung dan ketika dia terbuka karena ada kampung dan masyarakat tinggal, kita juga melihat itu sebagai illegal loging padahal didalamnya sudah ada orang, tutur Kayoi dalam satu kesempatan, kemarin.
Lebih lanjut dikatakan, pembukaan hutan karena pemekaran distrik dan kampung sudah barang tentu tak bisa dibendung karena merupakan satu kebutuhan dan keperluan pembangunan guna mensejahterakan masyarakat. Namun disatu sisi, pembukaan hutan tentu berimbas kepada pembukaan lahan yang dipandang sebagai illegal loging. Maka itu kedepan, perlu dibuat satu peta tata ruang yang menggambarkan seluruh kondisi kampung maupun aktivitas masyarakat didalamnya, sehingga dalam peta itu memperlihatkan suatu kampung yang ada di dalam hutan produksi maupun di hutan lindung. Sehingga orang bisa tau bahwa di situ ada kampung. Selama ini kan tidak ada maka orang tidak tau dan ketika hutan terbuka orang berpikir illegal loging padahal ada manusia yang tinggal disitu.
Karena itu, sekali lagi kita harus petakan ini sehingga dapat dlihat secara secara menyeluruh terkait pemahanan tentang kondisi sosial, budaya dan ekonomi Papua, yang berhubungan dengan hutan, imbaunya. Ditanya apakah Dinas Kehutanan tidak khawatir dengan meluasnya lahan kritis di Papua, Kayoi mengaku sangat khawatir karena hutan tidak beranak. Yang beranak itukan manusia dan manusia kalau butuh ruang pasti hutan jadi sasaran. Apalagi jika kemiskinan tidak diberi solusi maka masyarakat akan membuka hutan untuk bertahan hidup.
Hal ini tentu akan menjadi perhatian kedepan. Tapi tidak saja hutannya kita lihat, juga apa dan siapa yang ada di dalam hutan itu sehingga keseimbangan antara sosial, budaya ini bisa berjalan seiring. Karena jika tak seimbang kita tidak akan pernah mengelola hutan dengan baik, tandasnya.