Adanya wacana melakukan peng-karantina-an terhadap para penderita HIV/AIDS di Papua agar tidak menyebarkan virus mematikan tersebut kepada warga lainnya, sebagaimana dalam dialog publik yang digagas Biro Humas dan Protokol Setda Papua,kemarin, mendapat pertentangan dari pihak Pemerintah.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Joseph Rinta, mengkarantina para penderita HIV/AIDS merupakan satu tindakan tidak manusiawi dan sebuah bentuk diskriminasi yang seharusnya tidak terjadi dimuka bumi ini. Justru sebaliknya, ia menyarankan agar warga masyarakat memperlakukan para penderita HIV/AIDS selayaknya manusia normal karena mereka (ODHA) bisa diberi pengobatan sehingga kualitas hidupnya lebih baik.
Penderita HIV/AIDS tidak boleh di diskriminasi. Tidak boleh di karantina, karena mereka juga saudara-saudara kita. Dan sebenarnya penderita HIV/AIDS ini bisa diobati tapi memang tidak bisa disembuhkan. Kita bisa beri dia (ODHA) pendampingan sehingga bisa beraktivitas seperti layaknya sudara lainnya yang sehat. Sehingga demikian tidak ada suatu program dari penggiat HIV/AIDS itu untuk melakukan karantina, kata Joseph menanggapi wacana karantina salah satu penelpon dalam dialog interaktif yang diselenggarakan Biro Humas dan Protokol Papua, kemarin.
Ia mencontohkan, justru ada beberapa penyakit penyerta lainnya yang seharusnya dikarantina, seperti penyakit TBC yang jika tidak diobati bisa, menyebabkan kematian. Tetapi karena sistem kekebalan tubuh ODHA kita sudah berikan ARV dengan demikian kan kekebalannya baik dan normal.
Hanya mungkin saat dia menderita sakit karena inveksinya sangat menular sehingga perlu dilakukan di ruang yang tidak memudahkan penularan kepada orang lain. Contohnya, kalau orang menderita TBC aktif, nah dia tidak boleh bergaul dengan orang lain. Jadi dia harus di dalam ruangan sehingga dia tidak menularkan kepada orang lain, jelasnya.
Berkaitan dengan hal ini, ia menyarankan agar kita bisa saling memberi informasi secara luas kepada masyarakat bahwa sepanjang kita tidak mengambil resiko atau berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, maka penularan HIV/AIDS akan bisa ditekan. Sebab penularan virus yang belum ada penawarnya ini di Papua, adalah melalui hubungan seks.
Masyarakat juga diminta untuk tidak melakukan donor darah terkecuali karena terpaksa, karena bisa memicu penularan HIV/AIDS. Karena mungkin saat dilakukan donor masih di periode jendela. Sehingga diharapkan kita jangan sampai mengambil resiko karena penularan bisa terjadi melalui donor, kata dia.
Hal penting lain, tambah dia, kita juga tidak bisa menutup mata ada sekian banyak penderita yang bisa terinveksi karena ketidaktahuan mereka. Sehingga bagi warga masyarakat yang terinveksi karena ketidaktahuan mereka itu, kita tak boleh melakukan diskriminasi tetapi memberikan pendampingan, support dan terapi dengan baik untuk mendongkrak harapan hidupnya. Nah, itu yang kita siapkan melalui layanan VCT, layanan pengobatan baik di rumah sakit dan Puskesmas, tutupnya.