Kecendrungan global pengelolaan perikanan makin menuju pada pemahaman bahwa sumber daya ikan harus memberikan manfaat baik untuk generasi saat ini maupun generasi mendatang.
Hal ini terkait erat dengan karakterisktik sumber daya ikan yang mempunyai keterbatasan kemampuan untuk pulih kembali (renewable) sehingga berpotensi akan musnah apabila tidak dikelola secara benar.
Disamping memiliki keterbatasan untuk pulih, karakter khusus yang lain dari sumber daya ikan adalah sifat hidupnya yang dapat bermigrasi. Sifat dinamis sumber daya ikan tersebut, akan menyebabkan pemanfaatan suatu jenis sumber daya ikan yang intensif dan terkonsentrasi di suatu wilayah peraian tertentu, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan jenis sumber daya ikan tersebut di wilayah perairan lainnya, bahkan secara umum juga akan berdampak terhadap jenis sumber daya ikan lain oleh karena adanya keterikatan ekologis diantara jenis-jenis sumber daya tersebut. Oleh karena itu, dua sifat sumber daya ikan tersebut perlu mendapat perhatian yang serius bagi setiap pemangku kepentingan pengelolaan perikanan di Indonesia. Hal ini mengingat kompleksitas permasalahan pengelolaan perikanan yang ada diwilayah perairan Indonesia yang bercirikan wilayah perairan kepulauan dengan berbagai macam kepentingan dan kewenangan yang ada didalamnya. Akan tetapi berbagai kepentingan dan kewenangan pengelolaan wilayah peraian yang ada di daerah, hendaknya tidak mengabaikan keterbatasan dan sifat ekologis sumber daya ikan tersebut, kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua, Ir. Astiler Maharadja, pada kegiatan forum koordinasi pengelolaan pemanfaatan sumber daya ikan (FKPPS), Selasa (27/9) bertempat di Hotel Andalucia Jayapura.
Astiler Maharadja pada kesempatan tersebut menuturkan, dampak negatif yang timbul dari permasalahan penurunan sumber daya ikan, tidak hanya secara langsung dirasakan dengan berkurangnya pendapatan nelayan tetapi juga dalam skala yang lebih besar berupa timbulnya konflik nelayan akibat pemanfaatan sumber daya ikan yang semakin intensif dan perebutan daerah penangkapan ikan. Kenyataan-kenyataan ini menunjukan bahwa pengelolaan maupun pemanfaatan sumber daya ikan yang rasional dan sesuai dengan ketersediaan sumber daya, belum lah tercapai bahkan telah menjadi ancaman bagi ketersediaan dan keberlanjutan sumber daya ikan. Permasalahan perikanan tersebut, lanjut dia, semakin bertambah kompleks bila dihubungkan dengan berbagai kepentingan maupun kewenangan yang ada di laut, seperti peruntukan wilayah laut untuk keperluan transportasi, industri dan pariwisata yang dapat merubah fungsi ekosistem laut yang berada di daerah pantai, bila tidak dikelola secara baik, limbah transportasi, industri dan pariwisata dapat menyebabkan terjadinya pencemaran laut.
Sementara dalam lingkungan perikanan sendiri, adanya pembagian kewenangan dalam pengelolaan wilayah perairan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota seiring lahirnya kebijakan otonomi, dapat menimbulkan penafsiran yang keliru tidak hanya dalam bentuk yang ekstrim berupa pengkavlingan laut tetapi dalam bentuk lain berupa lahirnya ego sektoral pembangunan kelautan di masing-masing daerah, sehingga prinsip bahwa sumber daya ikan yang sebenarnya merupakan satu kesatuan stok. Masih menurut Astiler, samudra pasifik merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang sangat potensial dengan sumber daya ikan utama, yakni ikan pelagis besar di Indonesia bahkan dunia. Saat ini, perairan tersebut merupakan salah satu daerah utama penangkapan ikan pelagis di Indonesia, dimana dalam 3 dekade terakhir perkembangan upaya pemanfaatan sumber daya ikan di samudra pasifik semakin meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah perusahaan dan armada perikanan yang beroperasi di samudra pasifik.
Sementara sejumlah perusahaan baru juga telah merencanakan untuk melaksanakan usaha penangkapan di perairan tersebut. Agar pengelolaan dapat dilakukan secara benar dan terencana, tambah dia, maka diperlukan suatu wadah bersama yang akan mengevaluasi dan memperbaiki pelaksanaan rencana pengelolaan perikanan di setiap daerah dan wilayah pengelolaan perikanan. Sehingga dalam kaitan tersebut, FKPPS sebagai suatu forum koordinasi yang telah dibentuk sebagai wadah bagi pengelola di daerah perikanan dan pusat termasuk unsur-unsur peneliti dan perguruan tinggi untuk berkoordinasi guna melakukan pengelolaan sumber daya ikan secara bersama, yang telah berjalan sejak tahun 1990 menjadi penting dan perlu di revitalisasi. Karena itu, dalam pertemuan koordinasi yang dilakukan selama 3 hari ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan dan kesepakatan pengelolaan sumber daya di perairan samudra pasifik oleh dua provinsi yang terkait didalamnya, yaitu Papua Barat dan Papua dalam mensinergikan dan menigintegrasikan pengelolaan secara bersama dengan tetap memperhatikan daya dukung sumber daya yang tersedia untuk kesejahteraan masyarakat di dua daerah tersebut di waktu kini dan yang akan datang, harapnya.
Sekedar diketahui, kegiatan forum koordinasi pengelolaan sumber daya ikan tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Papua mewakili Penjabat Gubernur Papua. Ketua Panitia Penyelenggara, Ir. Elisabeth Duallo selaku Kepala Seksi Identifikasi Sumber Daya Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Papua, mengatakan kegiatan selama 3 hari tersebut (27 s/d 29 September) bertujuan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan/konflik yang terjadi diwilayah pengelolaan perikanan