Negara kita telah berkomitmen untuk menurunkan total emisi karbon Indonesia sampai tahun 2020 dari 41 persen dengan adanya bantuan internasional. Komitmen ini harus didukung dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang berpihak kepada penyelamatan lingkungan, perubahan iklim yang dipicu olek krisis lingkungan tanpa dukungan dan kerjasama dari negara-negara lain, artinya pemanasan global dapat diatasi denga kerjasama dan dukungan seluruh negara.
Sementara itu, Provinsi Papua dengan luas hutan 32 juta hektar merupakan salah satu daerah yang sangat penting peranannya dalam mengatasi perubahan iklim, sebagaimana diketahui bahwa hutan berfungsi melindungi dan menjaga ekosisten baik lokal, regional maupun global, menjaga keanekaragaman hayati.
Oleh karena itu provinsi Papua tetap berada di barisan terdepan dan benteng berakhir Indonesia dalam menangani perubahan iklim akibat dampak kerusakan lingkungan, kebijakan provinsi papua seperti pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, pembangunan ekonomi rendah karbon, mempertahankan 70 persen Provinsi Papua tetap hijau.
Penjabat Gubernur Provinsi Papua Dr.Drs.Syamsul Arief Rivai, MS mengatakan hal tersebut dalam sambutannya yang dibacakan oleh Asisten II Setda Provinsi Papua Drs.Elia Ibrahim Loupatty pada pembukaan pembinaan teknis adaptasi perubahan iklim bagi pemangku kepentingan di Provinsi Papua, Kamis (20/10), bertempat di Swissbel Hotel Jayapura.
Ia mengatakan, Indonesia yang merupakan negara kepulauan tentunya sangat rentan terhadap terjadinya perubahan iklim, karena itu kita harus berpartisipasi aktif dalam mencegah terjadinya perubahan iklim. Sebab dalam Conference of parties ke-13 [COP] yang diselenggarakan di bali tahun 2007 menghasilkan kesepakatan Bali road map. Dilain pihak guna merumuskan Copenhagen accord sebagai bukti nyata komitmen Indonesia dalam program penyelamatan bumi dari perubahan iklim.
Ditambahkan Gubernur, kegiatan yang digelar kali ini sejalan dengan inisiatif Pemerintah Provinsi Papua yang dirintis melalui forum Gubernur untuk Hutan dan perubahan iklim atau governor forum forest and climate (GCF). Seperti GCF I di Belem-Para Brazil, GCF II di California-Amerika Serikat, GCF III di Aceh-Indonesia sementara Provinsi Papua telah merintis adanya Papua task on low carbon development [satun tugas pembangunan rendah karbon] yang bertugas menjadi katalisator dalam harmonisasi program pemerintah, NGO, swasta dan masyarakat.
Oleh karena itu, diharapkan melalui kegiatan ini, dapat dibicarakan masalah teknis untuk menangani perubahan iklim akibat dampak dari kerusakan lingkungan. Sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang positif untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang sudah terjadi selama ini.