Jayapura-Wakil Gubernur Provinsi Papua, Drh. Constant Karma, Selasa (11/10) siang, membuka kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) Regional IV Rencana Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar dan Rencana Penertiban Peredaran Hasil Hutan se-Sulawesi, Maluku dan Papua, yang bertempat Lantai III Hotel Matoa Jayapura. Hadir pada acara tersebut, Muspida Provinsi Papua, Dirjen Bina Produksi Kehutanan dan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV Sulawesi, Maluku dan Papua beserta para pejabat Sipil maupun TNI/Polri kabupaten/kota se-Papua.
Pada kesempatan tersebut Wagub mengemukakan, pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran hasil hutan, telah sejalan dengan perkembangan pelaksanaan pengusahaan dan pemanfaatan hutan. Pengusahaan dan pemanfaatan hutan di Indonesia bagian Timur sejak tahun 1970-an, lanjutnya sampai saat ini telah berperan memberikan kontribusi terhadap pembangunan kehutanan nasional melalui penerimaan negara bukan pajak, penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekonomi masyarakat, menciptakan pertumbuhan titik-titik ekonomi, serta membuka isolasi daerah.
Namun demikian, kata Wagub, potensi, peranan dan kontribusi pemanfaatan hutan di Indonesia Timur sebagai penggerak ekonomi nasional belum optimal mengangkat ekonomi mikro, terutama ekonomi masyarakat yang berada didalam dan sekitar kawasan hutan secara khusus masyarakat adat yang dengan setia atas kearifan lokalnya untuk tetap menjaga hutan tersebut.
Lebih jauh kata Wagub, dalam rangka desntralisasi dan Otonomi daerah khususnya di Provinsi Papua sesungguhnya Pemerintah Daerah memiliki peranan yang lebih besar dalam merencanakan dan mengelola pemanfaatan sumber daya alam termasuk sumber daya hutan yang sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayah dan harus responsive terhadap kebutuhan masyarakat. Sedangkan dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut harus dipahami sebagai karunia Tuhan dan asset negara yang wajib dikelola dengan memperhatikan prinsip pengelolaan hutan secara untuk kesejahteraan masyarakat.
Disamping itu, dalam pasal 33 UUD 1945 dinyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran. Oleh sebab itu, peraturan dan perundang-undangan di bidang kehutanan perlu disesuaikan atau diharmonisasikan dengan semangat Otonomi Daerah dalam menciptakan keadilan dan pemerataan pembangunan di bidang kehutanan terhadap pengelolaan alam. Sehingga sumber daya alam tersebut menjadi public goods atau sumber daya alam yang dapat dinikmati oleh setiap orang tanpa mendatangkan kerugian bagi orang lain.
Dikemukakannya, penyelenggaraan pengusahaan hutan pada hutan produksi di Timur Indonesia telah memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan pembangunan ekonomi Indonesia. Penyelenggaraan hutan tersebut, memerlukan pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan penerimaan negara. Sehingga tercapai tujuan pengelolaan sumber daya hutan bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, dengan pengaturan penatausahaan hasil hutan, diharapkan tidak terjadi penyimpangan dalam kegiatan pengusahaan hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Karena yang perlu dipertanyakan saat ini adalah mengapa pertauran di bidang kehutanan tentang penatausahaan hasil hutan dengan organisasi yang begitu lengkap masih saja terjadi penyelundupan kayu, tumbuhan dan satwa liar ?
Wagub menjelaskan, peran kehutanan tidak hanya berkaitan dengan ekonomi perkayuan saja, tetapi amat jauh menjangkau berbagai sistem ekonomi, social dan budaya yang beraneka ragam, serta merupakan potensi untuk mengembangkan berbagai bidang ilmu dan teknologi. Peranan hutan dalam pelayanan jasa lingkungan juga diberikan oleh keberadaan hutan sebagai penyerap karbon, perlindungan plasma nutfah, keanekaragaman hayati dan nilai estetika yang potensial bernilai ekonomi apabila dapat dikelola dengan tepat.
Menurutnya, di masa yang akan datang, dimana jasa wisata menjadi primadona penghasil devisa, maka peran kehutanan menjadi amat strategis bukan hanya dari segi sumbangan tidak langsung kepda peningkatan ekonomi makro, tetapi juga kepada ekonomi mikro di daerah. Namun harus diakui bahwa keanekaragaman hayati di wilayah timur Indonesia sangat tinggi, seperti tumbuhan dan satwa liar yang sampai saat ini belum mendpat perhatian pengelolaan yang memadai dari Departemen Kehutanan , sehingga masih saja terjadi perdagangan dan penyelundupan keluar daerah.
Oleh karena itu, perlu adanya sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan peratura dan perundang-undangan di bidang kehutanan, khususnya tentang perijinan dan peredaran hasil hutan antara pusat dan daerah dalam semangat Otonomi Dearah. Kemudian perlu ada kesempahaman dan kesepakatan tentang rencana pemanfaatan dan peredaran hasil hutan sebagai langkah penyempurnaan serta perlu adanya kejelasan dan ketegasan tetang tugas, fungsi dan kewenangan pengendalian dan pengawasan terhadap perijinan hasil hutan, guna menghindari benturan di lapangan.**