Jayapura-BELUM jelas apakah bagi transparansi soal hasil royalti PT. Freeport Indonesia (PTFI) ? Disatu pihak mengatakan bahwa bagi hasil royalty Freeport transparan dan lain pihak menilai bagi hasil royalty Freeport sampai dengan hari ini tidak transparan. Menurut wawancara wartawan Bisnis Papua dengan Penjabat Gubernur Provinsi Papua, Dr. Sodjuangon Situmorang, M.Si, dikatakan bahwa pemerintah sangat transparan dalam hal mengatur bagi hasil royalti PTFI. Dengan tegas dikemukakan, 80 persen dana bagi hasil royalti Freeport yang diterima oleh Provinsi Papua, seperti yang telah diatur dan diamanatkan dalam UU 32 Tahun 2004 dan UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001, telah benar-benar mengakomodir seluruh hasil pendapatan PTFI.
?Kita transparan, rumusnya jelas kok dan diatur dalam berbagai UU. Rakyat boleh tau royalti Freeport berapa yang diterima dan berapa yang digunakan. 80 persen dana royalti Freeport yang diterima itukan sudah mengakomodir seluruh hasil pendapatan Freeport. yang menghitung juga kan bukan hanya Pemda, tapi Pemerintah Pusat juga ikut menghitung,? kata Situmorang kepada wartawan, usai menghadiri gelar pasukan Polda Papua dalam rangka pengamanan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur, di PTC Entrop, kemarin.
Terkait dengan desakan pembentukan tim dari Pemerintah Provinsi Papua untuk ikut dengan tim yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat dalam mengkaji pembaharuan kontrak karya PTFI, kata Situmorang, masih pada tahap pembahasan apakah perlu dan layak dibentuk tim atau tidak. ?Jadi mengenai usulan dan desakan pembentukan tim dari Pemerintah Provinsi Papua untuk ikut bersama-sama dengan tim dari pusat melakukan pengkajian pembaharuan kontrak karya PTFI, sementara masih dalam pembahasan apakah perlu dibentuk tim atau tidak. Kami serius melakukan pembahasan dan kemungkinan dalam waktu dekat akan ada hasilnya,? kata Situmorang yakin.
Belum jelas apakah bagi hasil royalty Freeport benar-benar transparan ?
Seperti diketahui Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Papua, Drs. Frans R. Kristantus kepada harian ini, sebelumnya mengaku bahwa pembagian royalti Freeport tidak transparan.
Frans menilai Pemerintah Pusat tidak transparan dalam mengungkap dana bagi hasil yang menjadi royalty freeport bagi Provinsi Papua. Pihaknya menduga, Pusat sengaja bungkam dan menutup-nutupi hasil pendapatan Freeport.
?Sampai sekarang ini dana bagi hasil freeport masih misterius. Semua orang mengakui Freeport adalah salah satu perusahan terbesar di dunia. Kenapa kita di daerah yang diambil hasilnya cuma mendapat sekian. apakah itu seimbang ? Sedangkan hasil yang dibawa keluar itu kita sendiri tidak tau,? katanya saat diwawancarai wartawan, diruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Selain itu, Frans menegaskan bahwa penyebab adanya berbagai sikap protes dengan berbicara keras melalui beberapa media, tentunya disebabkan oleh sikap Pemerintah Pusat yang selalu bungkam apabila dipertanyakan mengenai hasil pendapatan freeport.
?Itulah sebabnya kenapa daerah bicara keras. Salah satunya karena hak daerah tidak dikembalikan sesuai dengan porsinya. Artinya, Pemerintah Pusat harus transparan, berapa yang harus dibawa keluar dan berapa yang harus kembali untuk kesejahteraan rakyat di Papua. Kemudian kita tidak pernah tahu berapa hak kita yang sebenarnya. Kita tidak tahu betul apakah jumlah yang kembali ke Papua sudah benar-benar sesuai dengan porsinya. Karena kalau kita bicara kontrak karya sebenarnya kita dari Papua harus duduk juga untuk tahu berapa hasil pendapatan Freeport dan berapa hak kita yang sebenarnya,? tegasnya.
Ditempat terpisah, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua, Paulus Jentewo, BE kepada harian ini, di ruang kerjanya mendesak Gubernur untuk membentuk tim dari Pemerintah Provinsi Papua untuk ikut bersama dengan tim yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat, dalam mengkaji Pembaharuan kontrak karya PTFI.
Jentewo mengaku, fakta yang berpengaruh dari sikap ketertutupan yang ditunjukan Pemerintah Pusat terkait dengan penanganan PTFI, adalah dalam pembentukan tim evaluasi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua tidak diikutsertakan secara aktif dalam pembahasan Kontrak Karya antara Pemerintah Pusat dengan PTFI yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1991.
Sedangkan kenyataan menunjukkan bahwa dalam operasinya, PTFI telah menimbulkan berbagai permasalahan yang sangat komplek (sosial, budaya, politilk, lingkungan ), sehingga menjadi beban bagi masyarakat Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua.
Selain itu, sesuai dengan peraturan perundang?undangan yang berlaku, evaluasi terhadap kinerja PTFI yang beroperasi di wilayah Provinsi Papua, seharusnya selalu dikoordinasikasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten tempat beroperasinya perusahaan tersebut.
Tanggal/Jam:Oleh karena itu, ?sudah selayaknya apabila Pemerintah Provinsi Papua diikutsertakan dalarn tim yang akan mengevaluasi kinerja PT Freeport Indonesia. Dengan keikutsertaan tim dari Provinsi Papua, diharapkan dapat mengakomodir kepentingan?kepentingan rakyat Papua yang selama ini terabaikan,? akuinya.**