Taman Nasional Lorentz yang memiliki luas
2,4 juta hektar, merupakan taman nasional terbesar di Asia Tenggara yang banyak
terdapat tanaman asli, hewan dan budaya. Pada 1999 taman nasional ini diterima
sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Menurut Penjabat Gubernur Papua Soedarmo, di wilayah yang
terdapat persediaan mineral dan operasi pertambangan berskala besar tersebut,
merupakan sebuah properti atau aset yang
harus dijaga, dilindungi serta diatur pola pemanfaatannya secara arif dan
bijaksana.
Hal demikian bertujuan untuk kelangsungan pembangunan dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia, secara khusus warga di
Provinsi Papua.
Demikian disampaikan Gubernur Soedarmo dalam satu kesempatan
di Jayapura, pekan kemarin.
Diakuinya, kawasan konservasi dengan kekayaan sumber daya
alam ini terancam mengalami gangguan ekosistem. Oleh karenya, dalam kebijakan
tata ruang Provinsi Papua, kawasan ini pun ditetapkan sebagai kawasan lindung
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Nomor
23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Papua.
Dengan demikian, mengingat rujukan sistem pengelolaan
kawasan Taman Nasional Lorentz adalah zonasi, maka dalam pengelolaannya
diperlukan sebuah mekanisme perencanaan
tata ruang sebagai langkah pembagian ruang
kelola.
“Tapi hal yang penting juga perlunya perencanaan zona
pengelolaan yang tepat dan akurat dengan prinsip kehati-hatian dengan
memperhatikan nilai penting dan fungsi kawasan serta ancaman maupun peluang dalam pengelolaannya kedepan.”
“Makanya, sejalan dengan dinamika perkembangan pembangunan
dan kondisi riil di lapangan dan hasil evaluasi zona pengelolaan Taman Nasional
Lorentz yang ada saat ini, maka diperlukan perbaikan melalui usulan revisi zona
pengelolaannya. Revisi dimaksud untuk menyederhanakan dengan mengakomodir
kondisi riil dan perkembangan kedepan, agar lebih mudah dalam mengaplikasikan
program di lapangan,” ungkapnya.
Soedarmo tambahkan, beberapa isu penting dan strategis yang
menjadi pertimbangan adalah pembangunan
ruas jalan nasional/trans Papua dari Wamena-Hebema-Kenyam, jalan antar
Kabupaten-Kecamatan-Kampung serta
pembangunan prasarana umum strategis nasional maupun daerah.
Isu lain yang menjadi perhatian adalah pemekaran
administratif pemerintahan. “Sebab patut diakui pula hal seperti ini tak dapat
dihindari dan akan terus terjadi seiring dinamika kemajuan
pembangunan,” terangnya.
Sebelumnya, Pemprov Papua menduga kegiatan pengeboran dan
penambangan emas bawah tanah yang dijalankan perusahaan raksasa PT. Freeport
Indonesia, telah memasuki Taman Nasional Lorentz.
Menurut Sekda Papua Hery Dosinaen, kekhawatiran tersebut
bukan tanpa alasan karena sampai saat ini negara belum memiliki kemampuan untuk
mendeteksi hal itu.
“Bisa saja (ada penambangan dibawah tanah) di kawasan Ilaga,
Jila, Hoya, Ermakawiya dan Bela. Sebab diatasnya kan taman lorens dan mungkin
saja sudah ada terowongan yang tembus kesitu sehingga negara harus melihat.”
“Jika tidak pertambangan akan gerogoti terus alam kita dari
bawah tanah, meski hutan diatasnya dilindungi,” terang dia.
Sekda juga menyoroti konstelasi (keadaan,red) politik
ekonomi internasional sekarang ini, dimana Pemda di Papua secara tak langsung
mendapat tekanan dari negara donor, dalam konteks menjaga kelestarian taman
lorentz.
Sehingga pada akhirnya, sekitar 10 kabupaten yang berada di
taman nasional tersebut, tak dapat melaksanakan pembangunan secara maksimal.
“Salah satu contoh, Kabupaten Asmat kabupaten yang berada diatas air dan tak
bisa membangun ibukota kabupatennya karena dikelilingi Taman Nasional Lorentz.”
“Ini harus kita sampaikan sehingga kita harap ada regulasi
yang bisa payungi supaya Pemda Kabupaten yang berada diwilayah Taman Lorentz
bisa melaksanakan pembangunan dengan baik tanpa berbenturan dengan proses
hukum,” harapnya.