JAYAPURA - Masyarakat Bumi Cenderawasih dinilai masih belum peduli dan sadar akan pentingnya mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HAKI) miliknya dalam berbisnis. Padahal kesadaran yang rendah ini, berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
"Masih banyak pelaku kekayaan intelektual yang enggan mendaftarkan karyanya melalui kantor setempat. Kita bahkan sudah melakukan sosialisasi berkali-kali sejumlah daerah di wilayah setempat, tapi tak banyak juga yang datang untuk mendaftarkan karyanya".
"Jadi kita harus terus buat inovasi lagi untuk mendatangi mereka, mendata dan menginventarisir lalu mendorong mereka (pelaku kekayaan intelektual)," terang Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua, Anthonius Ayorbaba, Rabu (5/10/2022), di Jayapura.
Anthonius katakan, kendala lain adalah sebagian besar pelaku kekayaan intelektual enggan mendaftar karena ada biaya yang harus dikeluarkan, seperti untuk pendaftaran hak cipta lagu yang dikenakan Rp400 ribu.
"Kita lihat biaya Rp400 ribu ini dianggap terlampau mahal, padahal jangka waktu hak cipta lagu itu berlaku selama 75 tahun dan bisa diperpanjang, kalau hak cipta merk jangka waktunya 10 tahun," jelas Anthonius.
Oleh karenanya, Anthonius pun mengharapkan dukungan dari pemerintah daerah untuk mendorong pencatatan kekayaan intelektual.
"Sebab untuk saat ini baru Pemprov Papua, Pemkot Jayapura, Pemkab Jayapura, Mimika dan Asmat yang mendukung hal tersebut, tapi masih ada beberapa kabupaten lain yang belum sama sekali," tambahnya.
Kendati begitu, Anthonius tetap mengaku optimis bisa mencapai target sebanyak 1.000 sertifikat yang diproses di 2022 ini. Sampai sekarang total sebanyak 699 hak cipta, 331 merk, 3 kekayaan intelektual komunal yang diproses. ***