JAYAPURA - Usai mencatatkan rekor delapan kali berturut-turut meraih predikat Wajar Tanpa Pengeculian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sejak 2015, Provinsi Papua dalam pelaporan keuangan tahun 2022 hanya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Hal demikian sebagaimana dalam Rapat Paripurna penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Papua tahun anggaran 2022 di DPR Papua, Kota Jayapura, Jumat (12/5/2023).
Hasil kurang memuaskan itu, diakui Plh Gubernur Papua Muhammad Ridwan Rumasukun akibat transisi pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan pemekaran tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) yang berdampak pada kapasitas fiskal.
Meski demikian, ia menyebut hasil itu pula menjadi sebuah koreksi bagi semua pihak terkait di Papua untuk bekerja lebih baik dan maksimal di tahun 2023.
"Pemprov Papua telah berupaya menyajikan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akutansi Pemerintah (SAP) yang didukung dengan pengedalian intern yang memadai. Tapi hari ini mendapat predikat opini WDP. Ini menjadi koreksi untuk kita semua untuk bekerja lebih baik lagi kedepannya," tegas dia.
Auditor Utama Kuangan Negara VI BPK RI, Laode Nusriadi yang menyerahkan langsung LHP tersebut kepada Plh. Gubernur Papua menyatakan hasil pemeriksaan menunjukan masih adanya permasalahan utama yang berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan.
Dimana terdapat realisasi belanja senilai Rp1,57 triliun yang melampaui anggaran induk. Dengan rincian Belanja Barang dan Jasa senilai Rp403,70 miliar, Belanja Hibah senilai ro437,44 miliar, Belanja Bantuan Sosial senilai Rp27,54 miliar, Belanja Modal Rp566,11 miliar dan Belanja Tidak Terduga Rp141,02 miliar.
"Sebenarnya atas pelampauan realisasi belanja tersebut, Pemerintah Provinsi Papua telah menetapkan anggaran perubahan. Namun penetapan anggaran perubahan itu tidak melalui persetujuan DPRP dan pengesahan Menteri Dalam Negeri."
"Sehingga pelaksanaan dan substansi belanja itu tidak sepenuhya memenuhi kriteria. Sehingga sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan penyesuaian yang diperlukan terhadap pelampauan realisasi belanja tersebut dan dampaknya terhadap penyajian belanja Pemprov Papua 2022," tandas dia. ***